Skip to main content

Apa Warisan Kita?


Siapa yang tidak kenal Yakub? Jika kita membaca dan mempelajari kisah hidup Yakub, kita akan mendapati bahwa ia hampir menghabiskan hidupnya untuk mengejar apa yang baik menurut dirinya sendiri. Untuk mewujudkan keinginannya, Yakub selalu berusaha menggunakan caranya sendiri. Ia mendapat hak kesulungan dengan sup kacang merah, mendapat istri dengan saling “beradu” kecerdikan dengan pamannya, Laban. Bahkan karena hak kesulungan yang berpindah padanya dari Esau kakaknya, Yakub hidup dalam pelarian, hubungannya dengan kakaknya pun rusak.

Sampai satu titik, Yakub mengalami breakthrough dalam hidupnya. Dalam Kejadian 32:22-32, dituliskan bahwa Yakub berjumpa dengan satu pribadi yang memberkatinya. Itulah yang di kemudian hari menjadi warisan dalam hidupnya. Dari namanya Yakub, yang berarti “penipu”, “si pemegang tumit”, menjadi “Israel”, karena Ia telah “bergulat dengan Tuhan” dan akhirnya menang dan memperoleh berkat. Kehidupan yang mengalami transformasi dan berkat ini kemudian menjadi sebuah warisan yang menjadikan Yakub mengakhiri hidupnya dengan benar, seturut dengan kehendak Allah. Bahkan namanya, Israel, menjadi sebuah bangsa yang besar, yang dikasihi oleh Tuhan.

Mari berhenti sejenak dari setiap kesibukan kita dan merenung. Apa yang sebenarnya sedang kita kejar selama ini? Berapa lama kita telah mengikut Tuhan? Bagaimana jika setiap langkah dan setiap keputusan yang kita ambil meninggalkan legasi/warisan?

Sadari bahwa kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, ada “gerbong” yang mengikuti kehidupan kita. Keluarga kita, komunitas kita, bahkan anak-anak rohani yang Tuhan percayakan kepada kita. Jika kita menyadari hal ini, maka kita tidak akan hidup dengan sembarangan. Kita akan hidup dengan cara yang berbeda ketika kita menyadari setiap hal yang kita lakukan saat ini, setiap keputusan yang kita ambil, akan menjadi warisan bagi mereka.

Jadi, apa warisan yang akan kita berikan bagi mereka yang ada di sekeliling kita?


(Adinda Rukmi)

Comments

Popular posts from this blog

Masihkah Kita Menghormati Tuhan?

Pada 7 Januari 2024 dalam tidur saya, saya bermimpi. Sebuah mimpi yang cukup singkat, namun mengusik hati saya. Dalam mimpi tersebut, saya seperti sedang memimpin sebuah Persekutuan yang tidak terlalu besar. Pada awalnya belum banyak orang yang hadir, namun lama-lama orang-orang berdatangan. Saya melihat anak-anak kecil, kira-kira seusia SD hingga SMP berdatangan dengan polos, ada wajah sukacita pada mereka. Saya sudah hendak memulai Persekutuan tersebut ketika tiba-tiba di sisi lainnya ada orang-orang dewasa yang tiba-tiba sudah berdiri disana, sepertinya hendak mengikuti Persekutuan itu juga. Mereka Nampak mengenakan pakaian berupa jas yang rapi dan resmi. Ketika Persekutuan mulai berjalan, anak-anak yang hadir tadi menyembah dengan khusyuk, namun sewaktu saya menoleh ke barisan orang-orang dewasa berjas tadi, mereka terlihat sibuk dengan diri mereka sendiri dan mulai menimbulkan kegaduhan yang mengganggu suasana ibadah. Dalam mimpi itu, saya mulai merasa terganggu dan menoleh

Mau menakar TUHAN dengan inderamu yang penuh dosa?

DIA adalah TUHAN yang tidak bisa ditakar dengan indera kita yang telah ikut jatuh ke dalam dosa. Sewaktu Musa mati, Bangsa Israel mengalami duka yang mendalam. Mereka meratapi kepergian Musa selama kurang lebih satu bulan. "Orang Israel menangisi Musa di dataran Moab tiga puluh hari lamanya." (Ulangan 34:8a) Tentu hal ini sangat ‘manusiawi’ karena Musa had been with them for a long time. Bahkan Musa ada bersama mereka semenjak mereka masih di tanah perbudakan. Meski awalnya orang-orang Israel meragukan Musa, namun tidak bisa dipungkiri, Musa telah menjadi pemimpin, bahkan “Bapak” bagi Bangsa Israel dalam perjalannnya. Namun ada sebuah ‘fakta’ bahwa mungkin ketika bangsa Israel masih dalam suasana duka karena kepergian Musa, tiba-tiba Tuhan berfirman bahwa hamba-Nya Musa, yang telah Ia sertai sekian lama, telah mati. Lalu Tuhan menunjuk Yosua untuk menyelesaikan mandat yang diberikan kepada Musa. Tuhan berjanji, bahwa seperti Tuhan menyertai Musa, demikian Tuhan akan meny

Dimana fokusnya?

Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?  - Matius 6:27 (TB)   Jika kita membaca perikop firman Tuhan dari  ayat di atas, judul perikopnya: “Hal Kekuatiran”. Biasanya jika membaca perikop ini, kita cenderung terfokus mengenai mengatasi kekuatiran karena Tuhan telah menyediakan segala sesuatunya bagi kita. Tentu hal ini tidak salah dan memang tertulis demikian jelas di Alkitab.   Namun mari kita mampir sebentar ke ayat yang ditulis oleh versi Amplified Bible, disana ditulis demikian: “Set your mind and keep focused habitually on the things above (heavenly things), not on things that are on earth (which have only temporal value” (Colossians 3:2 AMP). Jika diterjemahkan bahasa Indonesia   nya, artinya kurang lebih  yaitu kita diingatkan untuk fokus pada hal-hal yang bersifat sorgawi dan bukan duniawi, yang sifatnya hanya sementara.   Dalam perikop kita di Matius 6, pada ayat ke 25 kita diingatkan bahwa seringkali kit